Perpisahan, kehilangan, dan kematian adalah momen yang paling sulit untuk dilupakan, at least untuk saya pribadi. Namun, sejak membaca sinopsis Ketika Berhenti di Sini yang mengangkat konsep AI, saya akhirnya memutuskan untuk menontonnya di bioskop.
Buat kamu yang masih ragu, mungkin ulasan ini bisa membantumu.
Sinopsis
Empat tahun berjalan, hubungan mereka ternyata semakin renggang. Nahasnya, saat sedang bertengkar hebat, Edi meninggal karena sebuah kecelakaan. Dita lagi-lagi harus menghadapi trauma akan kematian untuk kedua kalinya.
As time goes by, Dita mendapatkan sebuah kacamata dengan teknologi AI, di mana siapa pun yang memakainya akan melihat Edi sebagai virtual assistant layaknya manusia biasa. Kado ini ternyata sudah Edi persiapkan jauh sebelum kepergiannya.
Dita yang sudah bisa berdamai, tiba-tiba menjadi hilang kendali karena merasa Edi kembali hadir di hidupnya, meskipun hanya sebatas AI. Ia semakin tidak bisa membedakan antara kehidupan nyata dan virtual.
Bagaimana nasib Dita? Apakah ia bisa move on dari kematian Edi?
Filosofi kehidupan manusia yang searah dengan mata angin
Film Ketika Berhenti di Sini dibuka dengan narasi menarik tentang filosofi mandala, yang juga jadi salah satu alasan Dita menekuni bidang design. Tak hanya sebuah motif lingkaran, mandala memiliki filosofi yang lebih kompleks dan dalam. Mandala kerap dianggap sebagai alam semesta dengan titik pusat yang mewakili perpaduan harmonis antara diri sendiri dengan lingkungan.
Empat titik mandala yang dijelaskan di film ini menggambarkan empat fase kehidupan Dita. Mulai dari Utara yang penuh dengan keserakahan, Barat yang penuh cinta, Selatan yang penuh amarah dan luka, lalu Timur yang jadi titik terakhir penuh kedamaian.
Penggunaan filosofi mandala ini menjadi poin menarik dan great comeback untuk Umay Shahab sebagai sutradara. Mengingat film pertamanya yang tidak meninggalkan kesan apa pun untuk saya.
Jangan Lupa Baca Juga : Sewu Dino
Tidak ada komentar:
Posting Komentar